Selasa, 19 Juni 2012

Agama di Indonesia: realita dan idealism

Menurut sila pertama pada pancasila yang berbunyi “KeTuhanan Yang Maha Esa” secara tidak langsung mengatakan bahwa seluruh warga Negara Indonesia adalah umat beragama. Tentu saja umat beragama itu artinya memiliki agama yang mempercayai adanya Tuhan. Yang sekarang ingin saya ulas adalah tentang kepercayaan akan adanya Tuhan pada warga Negara Indonesia itu sendiri.
Berdasarkan statistik penduduk Indonesia mayoritas beragama islam. Diikuti dengan agama Kristen, katolik, hindu, budha dan khonghucu. Tidak ada dalam data statistik yang mengatakan bahwa warga menganut paham atheism atau tidak mempercayai adanya Tuhan. Tapi dalam kenyataannya apakah demikian?


Agama sebagai pedoman hidup.

Dengan dijaminnya kebebasan beragama di Indonesia membuat warga tidak perlu takut untuk melakukan ibadah sesuai agama masing-masing. Secara general, agama yang kita anut adalah pedoman hidup atau rules of life yang akan menjadi patokan kita dalam bertingkah laku dalam kehidupan di dunia. Setiap agama memiliki rules tersendiri. Contohnya Islam, menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan adanya agama, kehidupan manusia akan lebih harmonis dan berjalan sesuai dengan rules-Nya. Sayangnya, tidak semua yang beragama itu melaksanakan apa yang agamanya perintahkan. Banyak diantara kita yang masih menyepelekan apa yang agama kita perintahkan. Contohnya, dalam Islam diwajibkan untuk shalat 5 waktu dan berpuasa di bulan Ramadhan. Tapi pada kenyataanya banyak sekali yang tidak mengacuhkannnya dan terlena oleh keindahan dunia.

Realita kebebasan umat beragama di Indonesia.

Fakta dilapangan sangat mengecewakan. Banyak perusahaan, instansi pemerintahan bahkan instansi pendidikan yang tidak mengacuhkan pentingnya hak beragama ini. Masih banyak perusahaan atau instansi yang tidak mengizinkan pegawainya untuk mengambil waktu beribadah disaat kerja. Sedangkan waktu istirahat kerja yang sangat sempit hingga fasilitas ibadah yang sangat kurang menyulitkan seseorang untuk melakukan ibadah sesuai kepercayaannya. Pelanggaran hak asasi manusia dalam beragama pun masih sering kita temui. Untuk seseorang memeluk agama yang dia percayai terkadang harus mempertaruhkan nyawa. Intimidasi dari pihak sekitar membuat banyak orang mau tidak mau mengikuti apa yang dikatakan orang kepada mereka.
Saat dimana kebebasan sangat dijunjung, agama justru dianak tirikan. Miris melihat kenyataan yang sangat bertolak belakang. Hingga saat ini pemerintah masih sangat kurang memperhatikan masalah agama di Indonesia. Seakan-akan urusan agama hanya milik para ulama, para pendeta dan para orang-orang yang terkait di dalamnya saja. Pemerintah seakan membutakan dan menulikan diri mereka terhadap masalah agama ini. Akankah agama hanya menjadi wacana dalam Negara ini? Menjadi sekedar tulisan di KTP warga Negara Indonesia.

Antara realita dan idealism.

Idealnya suatu Negara itu menyatukan keanekaragaman yang dimiliki oleh semua warganya. Tanpa mengenal suku, ras, tahta atau status social seseorang, Negara wajib menjamin hak-hak warganya sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Tapi pada realita yang terjadi masih bisa ditemukan banyaknya kesenjangan social, pelanggaran hak asasi manusia, dan pendiskriminasian oleh Negara.
Agama adalah salah satu unsur yang paling sering mengalami diskriminasi. Karena banyaknya perbedaan dalam agama terkadang menjadikan orang lupa akan sikap toleransi sehingga mereka saling mendahulukan ego dan kepentingan pribadi. Agama tidak lagi menjadi acuan dalam berkehidupan, akan tetapi nilai agama saat ini merosot ke level dimana agama tersebut hanya sekedar status pada selembar KTP.
Miris rasanya, oleh karena itu mari kita renungkan bersama. Sudahkah kita menjadikan agama itu sebagai tuntunan hidup kita? Bukan hanya sekedar tulisan belaka di identitas kita. Semua kembali ke pribadi diri sendiri, jalan apa yang kita tempuh pasti semua akan mendapat balasan kelak.

Depok, Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar