Menurut
sila pertama pada pancasila yang berbunyi “KeTuhanan Yang Maha Esa” secara
tidak langsung mengatakan bahwa seluruh warga Negara Indonesia adalah umat
beragama. Tentu saja umat beragama itu artinya memiliki agama yang mempercayai
adanya Tuhan. Yang sekarang ingin saya ulas adalah tentang kepercayaan akan
adanya Tuhan pada warga Negara Indonesia itu sendiri.
Berdasarkan
statistik penduduk Indonesia mayoritas beragama islam. Diikuti dengan agama
Kristen, katolik, hindu, budha dan khonghucu. Tidak ada dalam data statistik
yang mengatakan bahwa warga menganut paham atheism atau tidak mempercayai
adanya Tuhan. Tapi dalam kenyataannya apakah demikian?
Agama sebagai pedoman hidup.
Dengan
dijaminnya kebebasan beragama di Indonesia membuat warga tidak perlu takut
untuk melakukan ibadah sesuai agama masing-masing. Secara general, agama yang
kita anut adalah pedoman hidup atau rules of life yang akan menjadi patokan
kita dalam bertingkah laku dalam kehidupan di dunia. Setiap agama memiliki
rules tersendiri. Contohnya Islam, menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai
pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan
adanya agama, kehidupan manusia akan lebih harmonis dan berjalan sesuai dengan
rules-Nya. Sayangnya, tidak semua yang beragama itu melaksanakan apa yang
agamanya perintahkan. Banyak diantara kita yang masih menyepelekan apa yang
agama kita perintahkan. Contohnya, dalam Islam diwajibkan untuk shalat 5 waktu
dan berpuasa di bulan Ramadhan. Tapi pada kenyataanya banyak sekali yang tidak
mengacuhkannnya dan terlena oleh keindahan dunia.
Realita kebebasan umat beragama di Indonesia.
Fakta
dilapangan sangat mengecewakan. Banyak perusahaan, instansi pemerintahan bahkan
instansi pendidikan yang tidak mengacuhkan pentingnya hak beragama ini. Masih
banyak perusahaan atau instansi yang tidak mengizinkan pegawainya untuk
mengambil waktu beribadah disaat kerja. Sedangkan waktu istirahat kerja yang
sangat sempit hingga fasilitas ibadah yang sangat kurang menyulitkan seseorang
untuk melakukan ibadah sesuai kepercayaannya. Pelanggaran hak asasi manusia
dalam beragama pun masih sering kita temui. Untuk seseorang memeluk agama yang
dia percayai terkadang harus mempertaruhkan nyawa. Intimidasi dari pihak sekitar
membuat banyak orang mau tidak mau mengikuti apa yang dikatakan orang kepada
mereka.
Saat
dimana kebebasan sangat dijunjung, agama justru dianak tirikan. Miris melihat
kenyataan yang sangat bertolak belakang. Hingga saat ini pemerintah masih
sangat kurang memperhatikan masalah agama di Indonesia. Seakan-akan urusan
agama hanya milik para ulama, para pendeta dan para orang-orang yang terkait di
dalamnya saja. Pemerintah seakan membutakan dan menulikan diri mereka terhadap
masalah agama ini. Akankah agama hanya menjadi wacana dalam Negara ini? Menjadi
sekedar tulisan di KTP warga Negara Indonesia.
Antara realita dan idealism.
Idealnya
suatu Negara itu menyatukan keanekaragaman yang dimiliki oleh semua warganya. Tanpa
mengenal suku, ras, tahta atau status social seseorang, Negara wajib menjamin
hak-hak warganya sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Tapi pada realita
yang terjadi masih bisa ditemukan banyaknya kesenjangan social, pelanggaran hak
asasi manusia, dan pendiskriminasian oleh Negara.
Agama adalah
salah satu unsur yang paling sering mengalami diskriminasi. Karena banyaknya
perbedaan dalam agama terkadang menjadikan orang lupa akan sikap toleransi
sehingga mereka saling mendahulukan ego dan kepentingan pribadi. Agama tidak
lagi menjadi acuan dalam berkehidupan, akan tetapi nilai agama saat ini merosot
ke level dimana agama tersebut hanya sekedar status pada selembar KTP.
Miris
rasanya, oleh karena itu mari kita renungkan bersama. Sudahkah kita menjadikan
agama itu sebagai tuntunan hidup kita? Bukan hanya sekedar tulisan belaka di
identitas kita. Semua kembali ke pribadi diri sendiri, jalan apa yang kita
tempuh pasti semua akan mendapat balasan kelak.
Depok, Juni
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar