Kamis, 24 Desember 2009

Nayla

“Allahu akbar.. Allahu akbar..”

Dengan gelisah Nayla menatap jam di tangannya. Hatinya tak tenang lantaran ayahnya belum juga pulang. Sudah beberapa hari belakangan ayahnya memang suka pulang larut malam. Pernah Nayla coba bertanya tapi dia malah dimarahi.

“Ayah kenapa belum pulang sih ?” eluh Nayla dengan cemas.

“Mungkin ayah kamu ada kerjaan kali, makanya pulang agak malam.” hibur Melly.
Melly sendiri sudah seperti kakak bagi Nayla, walau sebetulnya mereka seumur. Melly adalah teman Nayla sejak TK, kemana ajah mereka pergi pasti barengan.

“Tapi masa sampe lupa sama ultah aku, Mel? Ayah udah gak sayang sama aku lagi ya, Mel?” ucap Nayla sedih.

“Bukan gitu Nay, mana ada orang tua yang gak sayang sama anaknya? Ayah kamu kan udah tua, wajar deh lupa – lupa dikit.”

“Tapi ayah berubah Mel, udah nggak mau ngomong sama aku lagi.”

“Ya udah, kita rayain ultah kamu sekarang ajah yuk! Nanti keburu nggak enak makanannya.” ajak Melly.

***

Jam sudah tengah malam ketika Nayla mendengar pintu rumahnya digedor oleh seseorang. Dengan cepat ia merapikan mukena setelah shalat tahajud.

“Iya tunggu sebentar!” seru Nayla sambil bergegas membuka pintu.

“Lama banget sih, punya kuping kan kamu!! Orang dari tadi pulang bukan dibuka pintunya!” maki ayah Nayla begitu pintu dibuka.

“Maaf yah, tadi Nay lagi shalat tahajud.” Sesal Nayla.

“Dasar, jadi perempuan gak becus ! Cepat buatkan ayah makanan. Ayah lapar!” seru ayah Nayla sambil melempar sepatunya ke sudut ruangan.

“I-iya yah!”
Di dapur, sambil menyiapkan makanan untuk ayahnya Nayla merenung. Ia memikirkan kejadian belakangan ini yang membuat ayahnya berubah. Nayla mengingat setiap perbuatannya, tapi rasanya tidak ada perbuatan yang bisa membuat ayahnya marah kepadanya. Nayla semakin bingung dan sedih karenanya.

“Ayah, Nay boleh tanya gak sama ayah?” ucap Nayla sambil menunggu ayahnya makan.

“Kamu mau tanya apa?”

“Nay kesepian yah, kenapa ayah belakangan ini pulang malem terus? Ayah juga hari ini lupa kalo aku ulang tahun. Padahal dulu ayah selalu inget sama ulang tahun Nay.”

“Ayah tuh sibuk! Kamu pikir ayah kerja cari uang buat siapa? Buat sekolah kamu juga!” bentak ayah Nayla sambil meninggalkan ruang makan.

Malam itu Nayla menangis seorang diri di kamarnya. Baru kali ini ayahnya membentak Nayla seperti itu. Padahal seingat Nayla, ayahnya adalah orang yang sabar dan pengasih.

***
“Mel, aku ini salah apa sih? Sampai ayah marah banget sama aku!” tanya Nayla kepada Melly yang lagi asik makan bakso.

“Mana aku tahu! Mungkin ayah kamu lagi ada masalah kali. Nanti juga baik sendiri!” sahut Melly sambil melahap bakso.

“Tapi apa bener begitu? Aku kangen sama ayah yang dulu, Mel!” ucap Nayla lirih. Melly sebagai sahabat tentu sadar akan kesulitan yang menimpa Nayla. Tapi dia cuma orang luar yang nggak bisa berbuat banyak. Dalam hati Melly berdoa agar kesulitan sahabatnya cepat berakhir.

Hari demi hari berlanjut tanpa ada perubahan yang berarti. Semakin hari Nayla semakin sedih karena ayahnya tidak kunjung berubah, malah semakin parah. Pernah ketika pulang dari pengajian ayahnya malah memaki Nayla dan menyiramnya dengan segelas air. Bagi Nayla, ayahnya yang dulu dia sayangi sudah tidak ada, kini di depan matanya adalah orang lain yang berkedok ayah.

***
“Nay, jadi gak kita pergi ke Mal?” tanya Melly ketika pulang sekolah. Memang mereka sudah berjanji akan ke toko buku di Mal siang ini, tapi dari istirahat sampai pulang sekolah Nayla hanya banyak diam dan tampak melamun.

“Woy, Nay! Ikh, denger aku ngomong gak sih?” seru Melly sambil menepuk bahu Nayla.

“Eh, iya Mel. Kenapa?” sahut Nayla bingung.

“Tar jadi ke Mal nggak? Katanya mau cari buku Biologi!” ucap Melly sedikit jengkel.

“Oh, itu sih jadi! Hehehe, maaf yah aku tadi melamun.”

“Iya, aku maafin. Emang tadi kamu melamunin apa sih?” tanya Melly penasaran.

“Rahasia dong!” seru Nayla sambil lari meninggalkan Melly.

***
“Mel, sini deh. Buku yang ini gimana? Kayanya lengkap nih!” seru Nayla sambil mencolek punggung Melly yang lagi asik membaca sebuah komik.

“Ya udah, beli yang itu ajah. Eh, pulang yuk Nay! Udah sore nih, aku mau nonton sinetron di tivi.. hehehe, lagi seru tuh!” ajak Melly sambil berjalan kearah kasir.

“Dasar, kaya ibu-ibu ajah kamu. Ya udah pulang yuk!” seru Nayla sambil menyusul Melly ke kasir. Tapi tiba – tiba langkah Nayla terhenti. Di depannya tampak sosok ayahnya sedang bergurau dengan seorang wanita. Sesaat yang Nayla tahu bahwa ayahnya sudah berkhianat kepadanya. Meninggalkan Nayla seorang diri hanya untuk wanita lain.

“Woy, Nay ngapain melamun? Tar kesambet loh!” seru Melly.

“Hah? Oh, itu Mel. Gak ada apa – apa kok. Ya udah bayar yuk!” sahut Nayla terburu-buru ke kasir lalu keluar dari toko buku.

***

Sepanjang perjalanan pulang Nayla terlihat merenung. Setelah mengantar Melly ke rumahnya, Nayla makin asik diam dengan pikirannya. Sehingga dia tidak melihat bahwa ada sebuah mobil yang sedang melaju cepat.

Tiiiinnnnn…. Tapi Nayla telat menghindari mobil dan terjadilah kecelakaan yang tak bisa dihindari.

“Ayah..” ucap Nayla lirih sebelum pingsan.

Semua gelap dalam pandangan Nayla. Untungnya sang penabrak mau beranggung jawab dan membawa Nayla ke Rumah Sakit terdekat. Melly adalah orang pertama yang datang setelah mendapat telpon dari pihak Rumah Sakit.

“Dok, gimana teman saya? Dia baik – baik aja kan?” tanya Melly panic.

“Orang tuanya gak ada? Kalau bisa saya mau bicara dengan orang tua pasien.” ucap sang dokter kepada Melly.

“Orang tuanya belum datang, Dok! Gimana kalau saya yang wakilin?” tanya Melly ngotot ke Dokternya.

“Dok, saya ayahnya! Gimana anak saya?” ucap ayah Nayla yang baru tiba.

“Sebaiknya kita bicarakan di ruangan saya, Pak!” sahut sang dokter sambil berlalu ke ruangannya dengan ayah Nayla.

“Begini pak, anak bapak mengalami benturan di kepala yang cukup keras. Kami rasa mungkin nanti akan ada sedikit gangguan fungsi, tapi kami belum bisa memberitahu karena pasien belum sadar. Harap bapak bisa bersabar.” Ucap sang dokter kepada ayah Nayla.

Bagaikan petir di siang bolong. Istilah itu mungkin tepat untuk perasaan ayah Nayla sekarang. Dia tidak pernah mengira bahwa anak satu – satunya akan seperti ini. Anak yang sangat dia sayangi, yang belakangan hari ini dia sia – siakan. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Waktu juga tak bisa diputar ulang. Yang kini bisa dilakukan olehnya hanyalah menjaga dan menunggui anaknya hingga sadar dan meminta maaf untuk segala kesalahannya selama ini.

***

Dua hari kemudian, Nayla perlahan membuka matanya. Yang pertama kali dilihatnya adalah langit – langit dan tembok ruangan yang serba putih. Lalu dia sadar di sampingnya ada Melly yang sedang tertidur lelap.

“Mel, bangun Mel..”

“Engg.. Nay, kamu udah sadar?!” sahut Melly senang.

“Aku kenapa Mel? Kok aku ada disini?” tanya Nayla.

“Duuhh.. kamu itu gimana sih? Kamu tuh abis kecelakaan! Makanya Nay, kalo jalan tuh jangan melamun dong! Gini nih jadinya!” omel Melly sambil mencubit pipi Nayla.

“Aduuhh.. iyaa, maafin aku Mel! Omong – omong ayah kemana Mel?” tanya Nayla sambil memandang ke sekelilingnya. Tapi sosok ayahnya tak juga bisa dia temukan.

“Ayah kamu lagi cari makan Nay! Kamu pasti kaget lihat ayah kamu sekarang!” sahut Melly riang.

“Memang ayah kenapa?”

“Lihat ajah sendiri. Hehehe..” sahut Melly jahil.

Tak lama kemudian ayah Nayla datang..

“Alhamdulillah, ternyata kamu udah sadar nak!” seru ayah Nayla begitu melihat Nayla. Kontan ayahnya langsung memeluk Nayla.

“Ayah minta maaf ya Nak! Ayah banyak salah sama kamu. Maafin ayah!” sesalnya.

“Iya yah, Nayla juga minta maaf sama ayah. Selama ini mungkin aku sering bikin ayah kesel atau marah..”

“Nggak nak, kamu gak salah. Ayah yang salah!” sesal ayah nayla sambil menangis dipelukan Nayla.

Akhirnya Nayla bisa kembali mendapatkan Ayahnya dan ayahnya juga bisa menyadari bahwa sikapnya selama ini salah. Awalnya dia hanya ingin mencari teman karena sudah lama sendiri sejak ibu Nayla meninggal, tapi entah mengapa dia malah jadi menelantarkan anaknya. Namun, kini dia sadar bahwa yang terpenting saat ini adalah Nayla. Setelah beberapa hari dirawat Nayla akhirnya diizinkan untuk pulang. Syukur ternyata Nayla tidak menderita cidera seperti yang ditakutkan oleh dokter.

“Nah, kita sudah sampai!” seru ayah Nayla begitu tiba di depan rumah.

“Iya, aku udah gak sabar mau ke kamar sendiri. Di rumah sakit gak ada guling sih. Hehe.. ” celetuk Nayla.

“Ya udah, masuk sana!” Dan Nayla pun bergegas menuju ke rumahnya. Begitu dia membuka pintu. . .

“SURPRISE !!” teriak Melly dan beberapa teman sekelasnya yang lain. Ternyata Melly sudah mengkoordinir teman – temannya untuk membuat pesta penyambutan kepulangan Nayla dari rumah sakit.

“Aduuhh, kalian bikin aku kaget ajah! Tapii, makasih banget ya!” ucap Nayla terharu.

*** the end ***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar